Indonesia tampaknya tengah memasuki masa transisi endemi untuk penyakit COVID-19. Namun demikian, masih terdapat sebagian populasi yang mengalami gejala long COVID jauh setelah mengalami infeksi pertama. Untuk saat ini, potensi long COVID memang sebagian besar diteliti untuk populasi orang dewasa. Bagaimana dengan kelompok usia anak-anak dan sudah sejauh mana penelitian dilakukan?
Sebagaimana kita ketahui, COVID-19 pada pasien anak seringkali tidak menunjukkan gejala (asymptomatic) yang disertai dengan kebutuhan perawatan inap di rumah sakit (< 2%) dan jumlah kematian yang rendah. Keparahan penyakit ini diketahui lebih tinggi pada populasi orang dewasa yang disertai dengan perawatan intensif di rumah sakit. Namun demikian, sebuah studi menunjukkan bahwa terdapat potensi terjadinya konsekuensi jangka panjang pada penyintas anak.
Sebuah studi di Israel menunjukkan adanya indikasi long COVID pada pasien anak
Studi ini melaporkan bahwa penyintas COVID-19 anak-anak mengalami masalah pada organ hati atau liver dalam bentuk gagal hati dan hepatitis. Dari lima pasien penyintas, dikatakan terdapat 2 jenis masalah yang timbul pada anak-anak diantaranya gagal hati klinis dan hepatitis dengan kolestasis. Gagal hati ini diderita oleh dua bayi berusia 3 dan 5 bulan. Sebelumnya, kedua bayi ini diketahui berada dalam kondisi yang sehat. Untuk kasus hepatitis, sebanyak tiga anak, 2 anak berusia 8 tahun dan 1 anak berusia 13 tahun mengalami penyakit hati akibat sumbatan.
Peneliti kemudian menyimpulkan bahwa manifestasi hati pasca COVID-19 memiliki reaksi infeksi yang serupa dengan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children, atau dikenal dengan istilah MIS-C. Dilansir dari Centers for Disease Control and Prevention, MIS-C merupakan kondisi dimana beberapa organ tubuh seperti hati, paru-paru, ginjal, otak, kulit, mata serta organ pencernaan mengalami pembengkakan. Hingga saat ini, penyebab MIS-C belum diketahui. Fakta menunjukkan bahwa banyak anak-anak yang terpapar atau sebelumnya terinfeksi COVID-19 menderita kondisi MIS-C. Selain MIS-C, anak-anak juga dapat mengalami efek samping COVID-19 yang berkepanjangan yang dikenal dengan Pediatric Inflammatory Multisystem Syndrome Temporally Associated with SARS-CoV-2 (PIM-TS).
Lantas apa saja studi yang telah dilakukan pada penyintas COVID-19 anak-anak?
Hingga saat ini, durasi gejala long COVID tidak memiliki definisi secara pasti. Dilansir dari sebuah studi yang diterbitkan oleh The Pediatric Infectious Disease Journal berjudul “How Common is Long COVID in Children and Adolescents?”, long COVID merupakan gejala yang dirasakan seorang penyintas dalam jangka waktu 4 – 12 minggu setelah infeksi awal. Gejala yang dirasakan sangat bervariasi dan dapat berupa kondisi kelelahan, kesulitan tidur, konsentrasi, kehilangan nafsu makan hingga nyeri pada sendi/otot.
Terdapat beberapa keterbatasan yang diulas dalam studi “How Common is Long COVID in Children and Adolescents?” diantaranya:
- Tidak adanya batasan studi yang jelas dalam penentuan variabel yang dianalisis dalam studi, termasuk jumlah follow-up
- Ketiadaan grup kontrol dalam sebagian besar studi
- Bias dalam menentukan kelompok usia yang dianalisis dalam studi
- Gejala yang sangat variatif antara parameter objektif dan kondisi psikologis
Keberadaan studi yang menggambarkan potensi long COVID pada pasien anak masih sangat terbatas. Dalam sebagian besar penelitian yang dianalisis dalam artikel di atas, disebutkan bahwa gejala akan menghilang setelah 12 minggu. Hal serupa juga dilaporkan oleh penelitian lain yang menyebutkan bahwa gejala akan sembuh setelah 8 minggu. Penelitian dalam bidang long COVID pada anak masih harus ditingkatkan guna memprediksi resiko yang dapat terjadi.
Terlepas dari status penelitian yang masih terbatas, lembaga penelitian seperti Institute for Health Research di Inggris tengah mendanai studi yang harapannya dapat memajukan pengetahuan kita di bidang long COVID pada penyintas anak. Studi berjudul CloCk (Children & Young People with Long Covid), dampak long COVID pada keluarga, serta tingkat kekebalan seseorang yang menderita long COVID tengah dalam proses. Semoga Indonesia segera menyusul dalam penelitian serupa ya!
Kontributor: Addina Shafiyya Ediansjah