Varian Omicron tampaknya semakin menyebar di Indonesia dan bahkan seluruh dunia. Peningkatan jumlah kasus harian sebesar 9.154 kasus positif harian di Indonesia per 30 Januari 2022 tentunya perlu membuat kita semakin waspada. Metode deteksi virus pun beragam, dari mulai tes antigen serta PCR melalui swab mid-turbinate serta saliva dapat menjadi pilihan seseorang ketika melakukan tes untuk keperluan monitoring kesehatan. Namun tes manakah yang dinilai lebih baik berdasarkan studi terbaru?
Sebuah studi yang dikeluarkan di dalam medRxiv pada 24 Desember 2021 menyebutkan bahwa swab saliva merupakan cara pengambilan sampel yang lebih diutamakan dalam deteksi (studi berupa temuan awal dan belum melalui peer-review). Analisis data dilakukan dengan menggunakan 382 pasien yang mengalami gejala konsisten dengan infeksi COVID-19 selama periode Agustus hingga Desember 2021 di Groote Schuur Hospital, Cape Town. Pengambilan sampel dilakukan melalui mid-turbinate (MT) serta saliva (SA) secara bersamaan lalu dites menggunakan RT-PCR. Dalam pengambilan sampel SA, peserta tidak diperkenankan untuk mengonsumsi baik makanan, minuman, rokok serta permen karet selam 30 menit sebelum pelaksanaan tes saliva. Peserta diberikan instruksi untuk batuk sebanyak 3 – 5 kali, dengan menutup mulut menggunakan siku bagian dalam. Selanjutnya, peserta diminta untuk melakukan swab selama 30 detik. Prosedur pengambilan sampel MT dilakukan oleh petugas kesehatan dengan memasukkan swab sedalam 2-3 cm ke dalam lubang hidung.
Marais et al. (2021) menyatakan bahwa positive percent agreement (PPA) dari swab saliva serta mid-turbinate varian Delta adalah sebesar 71% dan 100%. Tren ini berkebalikan dengan varian Omicron, dimana swab saliva memiliki performa lebih baik sebesar 100% (dibandingkan dengan mid-turbinate sebesar 86%). Hasil studi menunjukkan bahwa perbedaan cycle threshold (CT) metode MT serta SA adalah sebesar 5,2 untuk varian Delta dan 1,5 untuk varian Omicron.
Temuan ini mengindikasikan bahwa pola penyebaran virus di dalam saliva memiliki proporsi yang lebih besar (bila dibandingkan dengan mid-turbinate) untuk varian Omicron sehingga meningkatkan performa dalam diagnosis. Hal ini juga mendukung penemuan lain terkait peningkatan performa replikasi virus di dalam saluran pernapasan atas serta kemungkinan perubahan tropism pada jaringan. Diagnosis virus dengan menggunakan nasal atau nasopharyngeal mucosa dapat bersifat sub-optimal, sebagaimana diungkapkan dalam artikel tersebut.
Kontributor: Addina Shafiyya Ediansjah