
Pada awal Desember 2020, netizen Twitter ramai memperbincangkan poster pengumuman gejala baru COVID-19, yakni delirium. Namun, informasi yang ditampilkan dengan kalimat sederhana sempat membuat netizen tidak menanggapi gejala tersebut dengan serius. Terlepas dari benar atau tidaknya sumber informasi tersebut, rupanya delirium memang punya hubungan dengan infeksi virus korona, lo!

Poster gejala baru COVID-19, delirium (Antaranews, 2020)
Delirium pada pasien COVID-19 lanjut utama: gejala utama dan tanpa disertai gejala lain
Sebuah penelitian yang dimuat dalam JAMA Network pada November 2020 lalu dilakukan terhadap 817 pasien COVID-19 lansia (dengan usia di atas 65 tahun) untuk mengetahui kemungkinan munculnya gejala delirium. Ternyata, delirium menjadi gejala keenam yang paling sering muncul dari semua gejala yang ada setelah demam, sesak nafas, kadar oksigen rendah, dan lemas. Di antara para pasien bergejala delirium tersebut, 16% mengalami delirium sebagai gejala utama dan 37% tidak mengalami gejala COVID-19 lainnya, seperti batuk atau demam.
Pasien COVID-19 yang memiliki sindrom delirium juga memiliki tingkat rawat inap di ICU dan kematian di rumah sakit yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki sindrom tersebut. Mengenali sindrom delirium pun menjadi hal penting dalam penanganan pasien COVID-19 usia lanjut.
Sebenarnya, apa itu delirium?
Delirium adalah gangguan serius pada kemampuan mental yang mengakibatkan kebingungan berpikir dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan. Delirium yang juga dikenal sebagai keadaan bingung akut merupakan sindrom klinis yang biasanya berkembang pada lansia. Sindrom ini biasanya berkembang dalam waktu singkat dan cepat, dalam beberapa jam atau beberapa hari, serta berfluktuasi sepanjang hari. Beberapa faktor yang memengaruhi delirium, misalnya penyakit yang parah atau kronis, perubahan keseimbangan metabolik (seperti kadar natrium rendah), pengobatan, infeksi, pembedahan, keracunan, atau penarikan alkohol atau obat.
Apa saja gejala sindrom delirium?
- Berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan
Hal ini dapat mengakibatkan ketidakmampuan untuk tetap fokus pada suatu topik atau untuk beralih topik, terjebak pada suatu ide (bukannya menanggapi pertanyaan atau percakapan), serta mudah teralihkan oleh hal-hal yang tidak penting
- Keterampilan berpikir yang buruk (gangguan kognitif)
Bentuk gejala: memori yang buruk (terutama tentang kejadian baru-baru ini), disorientasi (misalnya, tidak tahu di mana Anda berada atau siapa Anda), kesulitan berbicara atau mengingat kata-kata, bicara bertele-tele atau tidak masuk akal, serta kesulitan memahami ucapan, membaca, atau menulis
- Perubahan perilaku
Berhalusinasi, merasa gelisah atau agresif, membuat suara-suara (seperti memanggil, mengerang, atau suara lain), menjadi pendiam dan menarik diri (terutama pada lansia), gerakan melambat atau lesu, serta berubah dan terganggunya kebiasaan tidur
- Gangguan emosional, seperti kecemasan, ketakutan, depresi, mudah marah, euforia, pergeseran suasana hati yang tidak terduga, serta perubahan kepribadian
Penanganan delirium dalam kasus COVID-19
Tahukah kamu, pasien yang mengalami sindrom delirium setidaknya punya kemungkinan meninggal di rumah sakit dua kali lebih tinggi. Pasien dengan delirium juga berada di rumah sakit selama seminggu lebih lama dibandingkan pasien lain.
Sebagai penutup, menurut Kennedy, M., dkk (2020), delirium merupakan penanda risiko yang penting untuk mengidentifikasi pasien berisiko tinggi dengan hasil yang buruk, termasuk kematian. Penelitian di masa depan akan sangat penting untuk mengevaluasi sifat delirium yang dapat dicegah pada COVID-19 dan efektivitas strategi intervensi untuk mengurangi keparahannya. Selain itu, menambahkan delirium sebagai gejala umum COVID-19 akan mencegah kasus-kasus penting terlewatkan dan memungkinkan identifikasi dan pengelolaan pasien rentan berisiko tinggi.
Kontributor: Caroline Aretha M.
Referensi:
Kennedy, M., Helfand, B., Gou, R. Y., Gartaganis, S. L., Webb, M., Moccia, J. M., Bruursema, S. N., Dokic, B., McCulloch, B., Ring, H., Margolin, J. D., Zhang, E., Anderson, R., Babine, R. L., Hshieh, T., Wong, A. H., Taylor, R. A., Davenport, K., Teresi, B., Fong, T. G., … Inouye, S. K. (2020). Delirium in Older Patients With COVID-19 Presenting to the Emergency Department. JAMA network open, 3(11), e2029540. https://doi.org/10.1001/jamanetworkopen.2020.29540
Ramírez Echeverría, M., & Paul, M. (2020). Delirium. In StatPearls. StatPearls Publishing.
Mayo Clinic. Delirium. Diakses melalui https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/delirium/symptoms-causes/syc-20371386 pada 13 Desember 2020.
The Conversation. (2020). Delirium, depression, anxiety, PTSD – the less discussed effects of COVID-19. Diakses melalui https://theconversation.com/delirium-depression-anxiety-ptsd-the-less-discussed-effects-of-covid-19-138671pada 13 Desember 2020.