Apakah langkah pengamanan akan secara langsung mengurangi resiko yang terjadi? Mari kita mengambil contoh penggunaan sabuk pengaman. Memang benar bahwa penggunaan sabuk pengaman menurunkan jumlah kecelakaan kendaraan bermotor secara signifikan, namun Efek Peltzmann menyatakan bahwa dengan penerapan langkah pengamanan, seseorang memiliki kecenderungan untuk melonggarkan kewaspadaan hingga pada akhirnya terlibat di dalam sebuah perilaku berbahaya. Bagaimana efek ini dapat menjelaskan situasi pandemi COVID-19 kita saat ini?
Dilansir dari The Decision Lab, Efek Peltzmann menurunkan persepsi risiko yang dimiliki oleh seseorang dengan adanya penerapan langkah pengamanan. Akibatnya, seseorang akan merasa bahwa perilaku berbahaya mereka akan “dikompensasi” oleh pengamanan yang ada. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Sam Peltzmann di dalam studinya yang berjudul “The Effects of Automobile Safety Regulation” dalam Journal of Political Economy pada 1975. Mekanisme pengamanan pada kendaraan bermotor baru saja diterapkan pada akhir tahun 1960-an, dan Peltzmann melakukan sebuah studi apakah penerapan pengamanan ini akan secara langsung berpengaruh terhadap kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Hasil studi Peltzmann menyimpulkan bahwa pengemudi merasa lebih aman yang berujung kepada pengambilan keputusan beresiko tinggi. Keputusan beresiko tinggi inilah yang kemudian meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Tidak terbatas pada kecelakaan kendaraan bermotor, berikut merupakan beberapa contoh penemuan Efek Peltzmann dalam kehidupan keseharian kita:
- Peningkatan standar pengamanan pada penggiat olahraga ekstrim seperti penerjun payung, pemanjat tebing serta pendaki gunung telah meningkatkan keinginan para pelaku untuk mengambil resiko yang lebih besar
- Patroli keamanan dengan menggunakan jet ski untuk peselancar berakibat pada pencarian ombak yang lebih besar oleh komunitas big wave surfing
- Ketika SUV dengan mekanisme four-wheel drive (4WD) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990-an, kecelakaan mobil pada saat badai salju meningkat akibat tingginya kepercayaan pengguna terhadap kendaraan
Meskipun terdapat beberapa kontroversi terkait studi yang dikemukakan oleh Peltzmann, seperti kegagalan model dalam menjelaskan jumlah kematian sebelum penggunaan sabuk pengaman serta beberapa studi yang mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh langsung dari sabuk pengaman terhadap perilaku beresiko – konsep inilah yang kemudian dikembangkan menjadi suatu istilah yang dikenal sebagai risk compensation (kompensasi resiko). Risk compensation merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pengambilan keputusan seseorang berdasarkan persepsi risiko, dimana kita cenderung akan berhati-hati ketika menghadapi resiko besar, dan sebaliknya, akan tidak berhati-hati ketika resiko tersebut dirasa kecil.
Apa dampak efek ini terhadap perkembangan pandemi COVID-19?
Seiring dengan bertambahnya jumlah populasi yang positif COVID-19 terlepas dari distribusi vaksin yang tengah berlangsung di seluruh dunia, beberapa ahli menyatakan kekhawatiran akan keberadaan Efek Peltzmann. Dalam kasus COVID-19, seseorang yang telah menerima vaksin telah merasa “aman” yang kemudian berakibat pada kelalaian dalam tetap menjalankan protokol kesehatan yang berlaku.
Hal menarik lainnya yang dapat diamati dikemukakan oleh dokter dari New York University’s Langone Health, adalah bahwa dengan diumumkannya target vaksinasi di seluruh dunia, terjadi kesalahan persepsi akan herd immunity tepat saat seseorang menerima vaksin. Tentunya persepsi seperti ini salah, karena dibutuhkan waktu hingga suatu komunitas dinyatakan aman dari virus COVID-19, dengan setidaknya terdapat 80% populasi yang telah menerima vaksin. Dalam menangani dampak tidak terduga yang ditimbulkan dari proses vaksinasi, sebuah studi di National Center for Biotechnology Information (NCBI) juga menekankan pentingnya keberadaan studi perilaku baik untuk penerima serta penyedia vaksin, untuk meminimalisir kesalahan persepsi rasa “aman”. Tidak seperti bidang lainnya, Efek Peltzmann memang belum diteliti secara detail di dalam dunia medis, dan hanya diperlukan usaha untuk mendeteksi pengaruh dari efek tersebut.
Akhir kata, vaksinasi tidak membuat kita memiliki kekebalan penuh. Menerima vaksin bukan berarti bahwa aku, kamu, dan kita dapat berperilaku seenaknya dengan tidak menerapkan protokol kesehatan. Sebuah ilustrasi yang diberikan oleh Dr. Narottam Puri dalam sebuah artikel di Forbes India adalah bahwa kekebalan tidak bersifat abadi. Kamu tetap saja mengalami infeksi setelah menerima vaksin, sama halnya seperti seseorang dapat meninggal akibat kecelakaan mobil meskipun sudah memakai sabuk pengaman. Keberadaan sabuk pengaman bukan berarti bahwa seseorang dapat mengemudi dengan cara yang membahayakan orang lain. Jadi, pastikan untuk tetap mawas diri dan menjaga protokol kesehatan 5M untuk mengakhiri pandemi di negeri kita ya!
Kontributor: Addina Shafiyya Ediansjah