Ingat cerahnya langit ibu kota saat awal pandemi pada 2020 silam? Sadarkah kamu, meski mengguncang kehidupan umat manusia, pandemi COVID-19 rupanya membawa berbagai dampak positif bagi lingkungan, mulai dari air, udara, hingga keanekaragaman hayati. Sebenarnya, berkah tersembunyi apa saja yang ‘diberikan’ pandemi kepada bumi kita?

Terjebak #dirumahaja, penggunaan bahan bakar berkurang

Masih ingat kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang diberlakukan pada 2 April 2020 lalu? Upaya pembatasan aktivitas masyarakat Indonesia yang selanjutnya dikenal sebagai Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan MasyarakaT (PPKM) tersebut menjadi salah satu penyumbang dari meningkatnya kualitas lingkungan, lo! Pasalnya, kebijakan untuk tetap #dirumahaja membuat penggunaan bahan bakar untuk transportasi pun berkurang. 

Menurut International Energy Agency (IEA), permintaan minyak telah turun 435.000 barel secara global dalam tiga bulan pertama tahun 2020, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Selain itu, konsumsi batu bara global juga berkurang karena permintaan energi yang lebih sedikit selama periode lockdown. Di Indonesia sendiri, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) turun 25% sepanjang tahun 2020. Bahkan, di kota-kota besar yang menerapkan kebijakan PSBB, penurunan konsumsi BBM mencapai 50%!

Aktivitas manusia berkurang = emisi gas rumah kaca berkurang

Tahukah kamu, penggunaan bahan bakar fosil merupakan salah satu sumber emisi (pengeluaran) gas rumah kaca (GRK) yang memincu terjadinya perubahan iklim. Dilansir dari laman Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), perubahan iklim mengacu pada perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang. Perubahan ini mungkin bersifat alami, tetapi sejak periode 1800-an, aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama dengan pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak, dan gas) yang menghasilkan gas yang memerangkap panas. Gas-gas inilah yang disebut gas rumah kaca.

Nah, dengan berkurang drastisnya aktivitas manusia di seluruh bumi selama masa pandemi COVID-19, emisi GRK pun berkurang. Pada tahun 2020, secara global, emisi karbon dioksida (CO2) turun sebesar 7%, atau 2,6 miliar metrik ton. Angka ini hampir sekitar dua kali lipat emisi tahunan Jepang, lo! Sementara itu, dikutip dari laman KLHK, emisi kendaraan darat di Indonesia pada bulan Maret 2020 saja turun hingga 11%.

Udara bersih, air pun jernih

Menurut sebuah studi yang diterbitkan pada September 2020, selama pandemi COVID-19, emisi ozon global dan Eropa dapat turun 30-50% untuk sektor industri, energi, pelayaran internasional, dan transportasi jalan, dan hingga 80% untuk sektor penerbangan. 

Bagaimana kenyataannya? Dibandingkan tahun sebelumnya, tingkat polusi udara di New York pada 2020 berkurang hampir 50% akibat upaya pemerintah untuk mencegah penyebaran virus korona. Di banyak kota Eropa, akibat lockdown COVID-19, emisi nitrogen dioksida (NO2) juga turun sebesar 30-60%, termasuk di Barcelona, ​​​​Madrid, Milan, Roma, dan Paris.

Tak hanya udara, upaya pencegahan infeksi virus korona juga berdampak pada peningkatan kualitas air, lo! Sebuah studi yang dilakukan oleh Yunus dkk. (2020), tingkat polusi turun hampir 16% di danau air tawar terpanjang di India selama periode lockdown. Studi lain menemukan bahwa penutupan pantai dan pembatasan perjalanan selama pandemi juga mengurangi jumlah sampah yang ‘bocor’ ke laut di lepas pantai Kenya.

Tempat wisata tutup, saatnya alam beristirahat

Tahukah kamu, untuk menarik dan memafasilitas wisatawan, berbagai tempat wisata alam, seperti pantai, taman nasional, pegununungan, hutan, dan gurun, perlu menyediakan tempat tinggal, tempat makan, dan pasar yang banyak mengkonsumsi energi dan sumber daya alam. Di sisi lain, aktivitas pengunjung tempat wisata juga menimbulkan sampah dengan jumlah yang tidak sedikit dan berpotensi merusak keseimbangan ekologi. 

Penutupan tempat wisata selama pandemi rupanya memberikan waktu bagi alam untuk memulihkan dirinya dari gangguan manusia. Air yang tadinya keruh pun menjadi jernih hingga lumba-lumba kembali terlihat di Pantai Teluk Benggala Bangladesh maupun di Pelabuhan Venesia, Italia. Selanjutnya, di Thailand, penyu terbesar di dunia yang terancam punah bertelur di Pantai Phuket yang biasanya ramai pengunjung setelah bertahun-tahun lamanya. Padahal, jenis penyu belimbing tersebut lebih suka bersarang di tempat terpencil. Apakah kamu pernah melihat penampakan satwa-satwa lainnya di media sosial?

Namun, setiap kejadian pasti punya dua sisi…

Jika ada dampak positif, tentu ada dampak negatif. Selain anjloknya perekonomian akibat dibatasinya aktivitas manusia, pandemi juga menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Sebut saja timbulan sampah masker, face-shield, dan limbah medis dari perawatan pasien COVID-19 maupun vaksinasi. Apalagi jika pengelolaan limbah tersebut belum dilakukan dengan tepat. Di sisi lain, pandemi COVID-19 juga menimbulkan perburuan liar, lo

Yuk, kita jadikan pandemic COVID-19 sebagai momentum untuk memanjakan dan merawat bumi dengan pola hidup new normal kita. Jangan lupa, untuk mencari tahu masalah-masalah lingkungan akibat pandemi di artikel selanjutnya, ya!

***

Kontributor: Caroline Aretha M. (CAM)

Referensi:

Rume, T., & Islam, S. (2020). Environmental effects of COVID-19 pandemic and potential strategies of sustainability. Heliyon6(9), e04965. https://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e04965 

Medical News Today (2022). How COVID-19 has changed the face of the natural world. Diakses melalui https://www.medicalnewstoday.com/articles/how-covid-19-has-changed-the-face-of-the-natural-world pada 12 Juni 2022.

New York Times (2020). For Planet Earth, No Tourism Is a Curse and a Blessing. Diakses melalui https://www.nytimes.com/2021/03/07/travel/covid-pandemic-environmental-impact.html pada 12 Juni 2022. 

Berkah Tersembunyi bagi Bumi di Balik Pandemi COVID-19

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *